Analisis Pasien Skizofrenia: Dominasi Laki-Laki di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan

 Kelompok 1

Anggrina Aufa Ainahaq, Nasywandaru Subhaningtyas, Annisa Nur Hidayati, Sekar Indah Taofikqurohmah, Hanabela Nadya Hukama, Naira Ahlika, Dinda Amelia Maharani, Tia Dasmawati, Mela Sabrina Gozeynova, Ramaidah Sembiring.

Psikologi, Universitas Mercu Buana.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pasien skizofrenia di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, dengan penekanan khusus pada dominasi laki-laki sebagai pasien skizofrenia. Data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti usia, pekerjaan, status ekonomi, dan pola asuh keluarga memiliki peran signifikan dalam timbulnya skizofrenia pada laki-laki. Pasien skizofrenia di rumah sakit ini umumnya berusia antara 18 hingga 60 tahun, dengan mayoritas belum menikah dan banyak yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Temuan ini mengindikasikan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami skizofrenia dibandingkan perempuan. Beberapa penyebab yang mungkin mendasari perbedaan ini termasuk perbedaan hormonal dan tekanan sosial yang lebih besar pada laki-laki. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam dan menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan kesehatan mental yang lebih baik di masa depan.

Pendahuluan

Sebagai seorang manusia, sehat merupakan kondisi prima yang utama untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya, baik dari segi fisik maupun mental sehingga dapat melakukan aktivitas hidupnya dengan baik. (Wa Ode Gina Aldasari Aliry, 2019) Pastinya, setiap manusia akan berusaha menjaga untuk tetap sehat dan dapat terhindar dari berbagai masalah kesehatan, seperti gangguan jiwa.

Secara umum gangguan jiwa merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami perubahan fungsi jiwa yang menimbulkan penderitaan pada individu atau hambatan dalam melaksanakan peranan sosial nya. Faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa pada tiap individu akan berbeda-beda, tergantung kepada jenis gangguan yang dialami. Menurut World Health Organization, satu dari empat orang di dunia akan menderita gangguan jiwa dan saraf pada suatu titik di seumur hidupnya. Sekitar 450 juta orang di dunia menderita kondisi ini dan menjadikan gangguan jiwa sebagai penyebab umum disabilitas di dunia. (World Health Organization, 2001) Data dari Riskesdas oleh Kementerian Kesehatan RI 2013 menyatakan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan mencapai 6% dari jumlah penduduk Indonesia, atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia, mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1000 penduduk. (World Health Organization, 2018).

Berbagai faktor baik biologis, psikologis, maupun sosial berkontribusi terhadap perbedaan prevalensi gangguan mental antara laki-laki dan perempuan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih rentan mengalami berbagai gangguan kejiwaan dibandingkan perempuan. Gangguan yang sering ditemukan pada laki-laki antara lain depresi, kecemasan, skizofrenia, gangguan bipolar, dan gangguan spektrum autisme. Perbedaan hormon antara laki-laki dan perempuan diduga menjadi salah satu penyebab mengapa laki-laki cenderung lebih rentan mengalami gangguan kejiwaan. Gangguan kejiwaan dapat terjadi pada laki-laki dengan rentan usia 15-35 tahun. Testosteron yang dominan pada laki-laki dapat meningkatkan risiko gangguan seperti skizofrenia dan gangguan bipolar. Sementara estrogen yang dominan pada perempuan memiliki efek neuroprotektif yang dapat mengurangi risiko gangguan mental. Studi epidemiologi telah secara konsisten menunjukkan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan skizofrenia. Sebuah meta-analisis yang diterbitkan dalam jurnal “Schizophrenia Bulletin” pada tahun 2003 menemukan bahwa rasio insiden antara laki-laki dan perempuan adalah sekitar 1:4:1. setiap 10 kasus skizofrenia pada perempuan, terdapat sekitar 14 kasus pada laki-laki.

Laki-laki cenderung lebih sulit mengekspresikan emosi dan meminta bantuan terkait kesehatan mental. Hal ini disebabkan konstruksi sosial mengenai maskulinitas yang mengharuskan laki-laki untuk kuat dan mandiri. Kondisi ini dapat menyebabkan laki-laki cenderung memendam masalah kejiwaan dan enggan mencari perawatan. Tekanan sosial yang dihadapi laki-laki, seperti tuntutan menjadi pencari nafkah utama dan memiliki karir yang sukses, dapat meningkatkan stres dan risiko gangguan mental. Selain itu, budaya patriarki yang menempatkan laki-laki sebagai sosok yang harus selalu kuat dan tidak boleh menunjukkan kelemahan juga berkontribusi terhadap perbedaan prevalensi gangguan jiwa.

Pembahasan

Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang masih menjadi masalah krusial di Indonesia. Meskipun penyebab pastinya masih belum sepenuhnya dipahami, namun ada perbedaan yang menarik dalam prevalensi skizofrenia antara laki-laki dan perempuan. Karakteristik dari kondisi ini adalah adanya distorsi pada pikiran, persepsi, sosial, kesadaran diri dan perilaku serta efek yang tidak wajar dan tumpul. Kesadaran dan kemampuan intelektual umumnya terpelihara, namun ada kemungkinan untuk terjadi kemunduran kognitif. 

Perbedaan yang paling menonjol pada skizofrenia terhadap jenis kelamin adalah usia dimana puncak kemunculan penyakit terjadi. Pada perempuan, penderita skizofrenia banyak terjadi pada usia yang lebih tua dibanding pada laki-laki (DSM-5, 2013). Usia pertengahan dipenuhi tanggung jawab berat dan berbagai peran yang menyita waktu dan energi. jenis kelamin laki-laki lebih tinggi terkena skizofrenia dari pada perempuan (Yuliantika, Jumaini, 2013). Menurut Soejono, Setiati, dan wiwie (2000) laki-laki cenderung sering mengalami perubahan peran dan penurunan interaksi sosial serta kehilangan pekerjaan hal ini yang bisa menyebabkan laki- laki lebih rentan terkena masalah-masalah mental, termasuk depresi serta rasa kurang percaya pada kemampuan diri sendiri sehingga jumlah penderita gangguan jiwa pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Seseorang yang belum menikah besar kemungkinannya berisiko untuk mengalami skizofrenia dibandingkan dengan yang sudah menikah untuk pertukaran ego ideal dan identifikasi perilaku suami dan istri untuk tercapainya kedamaian serta perhatian dan kasih sayang adalah fundamental bagi pencapaian suatu hidup yang berarti dan memuaskan.

Penelitian di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan menunjukkan bahwa sebagian besar pasien skizofrenia adalah laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang menunjukkan bahwa laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami skizofrenia dibandingkan perempuan. Faktor-faktor seperti pekerjaan, status ekonomi, dan pola asuh keluarga juga berperan signifikan dalam timbulnya skizofrenia pada laki-laki. Pasien skizofrenia di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan umumnya berusia antara 18-60 tahun, belum menikah, dan banyak yang tidak bekerja. Mayoritas pasien berasal dari Banten menggunakan BPJS sebagai penjamin. Banyak pasien datang ke IGD, menunjukkan kondisi yang memerlukan penanganan segera.

Kesimpulan

Fenomena bahwa skizofrenia lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan di RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan adalah hasil dari interaksi kompleks antara faktor biologis, perkembangan, dan psikososial. Memahami perbedaan gender ini tidak hanya penting dari perspektif akademis, tetapi juga memiliki implikasi penting untuk pencegahan, diagnosa dini, dan pengembangan strategi pengobatan yang lebih personal dan efektif. Faktor-faktor seperti pekerjaan, status ekonomi, dan pola asuh keluarga berperan dalam timbulnya skizofrenia pada laki-laki. Karena pasien skizofrenia pada laki-laki ini umumnya berusia antara 18-60 tahun, belum menikah, dan banyak yang tidak bekerja. 

Daftar Pustaka

Amelia, D. R., & Anwar, Z. (2013). Relaps pada pasien skizofrenia. 

Depkes RI. (2006). Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa di Fasilitas 

Pelayanan Kesehatan Dasar. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa. Jakarta.

Putri, Z. H., & Evi. (2023). Karakteristik demografi pasien skizofrenia rawat jalan di 

Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan.

Aleman, A., Kahn, R. S., & Selten, J. P. (2003). Sex differences in the risk of 

schizophrenia: evidence from meta-analysis. Archives of General Psychiatry, 60(6), 565-571.

World Health Organization. (2001, September 28). The World Health Report 2001: 

Mental Disorders affect one in four people. World Health Organization (WHO). Retrieved June 8, 2024, from https://www.who.int/whr/2001/media_centre/press_release/en/

Health Research and Development Agency. Basic Health Research. Natl Rep 2013. 

2013;1–384.Organization WH. WHO, 2018. 2019

Simbolon, M. J. (2013). Usia Onset Pertama Penderita Skizofrenik Pada Laki-Laki  dan Perempuan Yang Berobat ke Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara. 

Wa Ode Gina Aldasari Aliry, D. (2019). PASIEN LAKI-LAKI DI RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI SULAWESI TENGGARA; TINJAUAN ANTROPOLOGI KESEHATAN. Jurnal Kerabat Antropologi, 2.

Depkes RI. (2019). Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *