Oleh
Kamelia Yusuf, Amanda Dwi Juliana, Najwa Carendra Felati Putri
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana
Abstrak
Dalam dunia pendidikan modern, tantangan utama adalah menjaga motivasi dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran. Gamifikasi, yakni penerapan elemen-elemen permainan dalam konteks non-permainan seperti pendidikan, muncul sebagai pendekatan inovatif untuk mengatasi tantangan tersebut. Penelitian ini membahas bagaimana elemen-elemen gamifikasi seperti poin, lencana, papan peringkat, avatar, dan narasi bermakna dapat memengaruhi pemenuhan tiga kebutuhan psikologis dasar menurut Self-Determination Theory (SDT): kompetensi, otonomi, dan keterhubungan sosial. Melalui kajian literatur, ditemukan bahwa elemen-elemen tertentu dalam gamifikasi dapat secara signifikan memenuhi kebutuhan tersebut, yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi intrinsik dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Penelitian ini menekankan pentingnya desain gamifikasi yang strategis dan berorientasi pada kebutuhan psikologis untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Keyword: gamifikasi, pembelajaran, motivasi, kebutuhan psikologis, self-determination theory.
Pendahuluan
Dalam era digital saat ini, pendekatan pembelajaran konvensional menghadapi tantangan dalam mempertahankan motivasi dan keterlibatan siswa. Gamifikasi, yaitu penerapan elemen-elemen permainan dalam konteks non-permainan seperti pendidikan, telah muncul sebagai strategi inovatif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Namun, efektivitas gamifikasi dalam memenuhi kebutuhan psikologis dasar siswa masih menjadi perdebatan.
Kajian Literatur
Definisi Gamifikasi
Deterding, Dixon, Khaled, dan Nacke (2011) mendefinisikan gamifikasi sebagai penggunaan elemen desain permainan dalam konteks yang bukan permainan. Definisi ini merupakan yang paling sering dijadikan rujukan dalam ranah akademik. Di sisi lain, Werbach (2014) mendefinisikan gamifikasi sebagai proses membuat suatu aktivitas menjadi lebih menyerupai permainan, yang menurutnya merupakan inti dari praktik ini.
Caponetto et. al., 2014 (dalam Dichev dan Dicheva, 2017) menuliskan Gamifikasi dalam akademik merujuk pada pengenalan elemen desain game dan pengalaman permainan dalam desain proses belajar. Metode ini telah digunakan untuk meningkatkan pembelajaran di berbagai bidang studi dan konteks, serta untuk mengatasi sikap, perilaku, dan aktivitas terkait, termasuk belajar mandiri, kerja tim, pendekatan partisipatif, menyelesaikan tugas, menyederhanakan dan meningkatkan penilaian, menggabungkan pendekatan eksploratif ke dalam pembelajaran, dan meningkatkan kreativitas dan retensi siswa.
Dichev dan Dicheva (2017) menuliskan Point, badges, levels, leaderboards, dan progress bars adalah elemen yang biasanya dibahas dalam studi gamifikasi. Ini sejalan dengan penemuan penulis lain, seperti Nicholson (2015) bahwa kombinasi point, badges, dan leaderboards (kadang-kadang disebut sebagai PBL) adalah yang paling umum digunakan.
Peran Gamifikasi
Gamifikasi dalam pembelajaran dievaluasi melalui nilai, padahal tujuan utamanya adalah mengubah perilaku belajar siswa, yang pada akhirnya dapat memengaruhi hasil belajar. Huang dan Soman (2013) menyatakan bahwa gamifikasi tidak berfungsi sebagai alat pengajaran langsung, tetapi lebih memengaruhi faktor motivasional yang mendorong siswa untuk lebih terlibat dalam proses belajar. Artinya, perubahan perilaku seperti peningkatan perhatian atau partisipasi dalam materi pembelajaran merupakan sasaran utama dari penerapan gamifikasi.
Landers dan Callan (2011) memperkenalkan sebuah model konseptual yang menggambarkan bahwa elemen-elemen permainan berdampak pada faktor psikologis seperti motivasi, minat, atau keterlibatan yang kemudian memediasi hubungan antara pengalaman bermain dengan hasil belajar yang terlihat. Dengan memahami peran mediasi ini, kita bisa merancang gamifikasi secara lebih strategis agar mendukung capaian pembelajaran baik secara langsung maupun jangka panjang.
Menurut Zichermann dan Cunningham (2011), gamifikasi terdiri dari empat unsur penting yang saling melengkapi.
- Dinamika, yaitu konsep dasar seperti alur cerita, perkembangan pemain, interaksi sosial, dan emosi yang mendorong keterlibatan.
- Mekanika, yakni aturan dan sistem yang membentuk pengalaman bermain, termasuk tantangan, kompetisi, penghargaan, dan umpan balik.
- Komponen, yaitu elemen spesifik seperti poin, lencana, papan peringkat, misi, dan level yang membentuk struktur permainan.
- Estetika, yang merujuk pada pengalaman emosional pengguna, seperti rasa senang, pencapaian, dan keterlibatan penuh saat mengikuti aktivitas yang di gamifikasi.
Dasar dari penerapan gamifikasi ini bersumber dari teori psikologi yang dikenal sebagai Self-Determination Theory (SDT) yang dikemukakan oleh Deci dan Ryan pada tahun 1985. Teori ini menekankan bahwa keterlibatan individu dalam suatu aktivitas akan meningkat jika tiga kebutuhan psikologis utama mereka terpenuhi, yakni otonomi (autonomy), hubungan sosial (relatedness), dan rasa kompeten (competence).
Self Determination Theory (SDT)
Salah satu meta theory tentang motivasi manusia dan pengembangan kepribadian adalah Self-Determination Theory (SDT) merupakan metateori tentang motivasi dan pengembangan kepribadian yang dikembangkan oleh Ryan dan Deci (2000, dalam Legault, 2017). Teori ini menggabungkan beberapa sub-teori untuk menjelaskan bagaimana manusia secara alami terdorong untuk tumbuh dan mengatur dirinya sendiri. Manusia bergerak dan bertindak karena ingin mengembangkan apa yang mereka butuhkan, inginkan, dan sukai.
Inti dari SDT adalah bahwa setiap individu memiliki tiga kebutuhan psikologis dasar, yaitu otonomi (merasa bebas dan mandiri), kompetensi (merasa mampu dan efektif), dan keterkaitan (merasa terhubung dengan orang lain) (Legault, 2017). Dalam konteks pembelajaran dan permainan, SDT menjelaskan bagaimana kondisi sosial dapat memengaruhi motivasi intrinsik. Cognitive Evaluation Theory (CET), salah satu sub-teori dalam SDT, menyatakan bahwa dukungan terhadap ketiga kebutuhan dasar tersebut dapat meningkatkan motivasi intrinsik (Deci & Ryan, 1985). Motivasi intrinsik ini penting karena berperan dalam perkembangan kognitif, sosial, dan fisik. Penelitian menunjukkan bahwa siswa yang memiliki motivasi intrinsik lebih cenderung aktif, bertahan dalam tugas, dan menikmati proses belajar (Ryan & Deci, 2000; Vallerand & Bissonnette, 1992).
Hubungan Gamifikasi dan SDT
Sailer et al. (2017) dalam studi eksperimentalnya menemukan bahwa elemen-elemen gamifikasi tertentu dapat memenuhi kebutuhan psikologis dasar.
a. Kebutuhan kompetensi: Elemen seperti point, badge dan leaderboards dapat mempengaruhi kebutuhan kompetensi. Hal ini dikarenakan elemen-elemen ini memberikan umpan balik kepada pemain atas tindakan mereka, baik secara langsung (point), visual (badges, leaderboards).
b. Kebutuhan Otonomi: Elemen-elemen seperti avatar dan cerita bermakna berperan dalam memenuhi kebutuhan akan otonomi. Menurut Annetta, 2010; Peng, Lin, Pfeiffer & Winn, 2012 (dalam Sailer, 2017) Avatar memberikan pemain kebebasan dalam memilih representasi diri mereka, yang terkait dengan kebebasan dalam membuat keputusan. Sementara itu Rigby & Ryan, 2011 (dalam Sailer, 2017) menuliskan, cerita bermakna membantu pemain merasakan tindakan mereka sebagai bermakna dan relevan, yang terkait dengan otonomi dalam hal kebermaknaan tugas Rigby & Ryan, 2011.
c. Kebutuhan Sosial: Elemen seperti cerita bermakna dan rekan tim dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan akan keterhubungan sosial. Groh, 2012; Rigby & Ryan, 2011 (dalam Sailer, 2017) Cerita bermakna dapat menciptakan konteks naratif di mana pemain merasa memiliki peran penting, dan rekan tim (baik nyata maupun virtual) dapat memfasilitasi kerja sama dan rasa kebersamaan.
Kesimpulan
Gamifikasi yang dirancang selaras dengan prinsip Self-Determination Theory berpotensi memenuhi kebutuhan psikologis dasar siswa kompetensi, otonomi, dan keterhubungan sehingga mampu meningkatkan motivasi intrinsik dan keterlibatan dalam pembelajaran secara efektif.
