Badan Pengembangan dan Pengkajian Keilmuan

Siapa Aku di Media Sosial? Dampaknya Terhadap Harga Diri dan Identitas

Oleh
Astiraisa Nabila, Angelika Hasibuan, Nadya Nuria Latifah
Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana

Artikel ini membahas dampak media sosial terhadap krisis identitas pada remaja berdasarkan teori Erikson dan Marcia. Media sosial dapat memperburuk identity diffusion, di mana individu kesulitan menentukan identitas diri, serta mendorong identity foreclosure, yaitu penerimaan identitas tanpa eksplorasi mendalam akibat tekanan sosial. Faktor seperti standar sosial yang tidak realistis, validasi eksternal melalui “likes” dan “followers”, serta citra yang tidak autentik memperparah permasalahan ini. Solusi yang diusulkan meliputi peningkatan literasi media, peran aktif orang tua dalam memberikan dukungan emosional, dan pemanfaatan media sosial sebagai ruang positif. Pendekatan ini diharapkan membantu remaja menemukan identitas autentik, meningkatkan harga diri, dan mengatasi tekanan sosial di era digital.
Kata kunci: krisis identitas, media sosial, remaja, literasi media, dukungan orang tua

Fenomena Krisis Identitas
Siapa dirimu? Seperti apakah dirimu? Apakah kamu merasa bahagia dengan identitas yang kamu miliki saat ini? Fenomena krisis identitas diri, sudah sering kali dialami oleh remaja khususnya pada yang mulai menginjak tahap dewasa awal pada era ini. Menurut Erikson, remaja mengalami fase krisis dalam pencarian identitasnya pada rentang usia 10 hingga 20 tahun. Fase tersebut dinamakan “identity versus role confusion”. Pada fase ini, mereka akan bereksplorasi untuk mengetahui identitas diri (Nadiah, 2024). Berdasarkan teori identitas personal yang dikemukakan oleh James Marcia mengenai identity, media sosial dapat memperburuk identity diffusion, di mana individu belum memiliki komitmen terhadap identitas tertentu dan terus terombang-ambing dalam mencari jati dirinya. Tekanan dari media sosial juga dapat mendorong identity foreclosure, di mana seseorang menerima identitas tertentu tanpa eksplorasi yang cukup, sering kali karena tuntutan sosial dan tren yang berkembang (Kroger & Marcia, 2011).

Dampak Media Sosial Terhadap Identitas Diri

  1. Tekanan & Standar Sosial
    Menurut Rosenberg (1995), harga diri adalah bagaimana seseorang menilai dirinya sendiri, baik secara positif maupun negatif. Globalisasi serta media sosial memberikan pengaruh buruk sehingga menjadi tekanan dan standar yang tidak realistis mengenai kesuksesan, kecantikan, dan gaya hidup (Martanatasha and Primadini, 2019). Dalam kerangka ini, biasanya mereka merasa sulit untuk menemukan identitas diri dikarenakan adanya sebuah tuntutan serta tekanan dari internal maupun eksternal.

  2. Persepsi & Validasi Eksternal
    Berdasarkan penelitian sebelumnya, jumlah “likes”, “comments”, dan “followers” dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap nilai dirinya. Interaksi positif meningkatkan rasa dihargai, sementara kurangnya apresiasi dapat menurunkan kepercayaan diri (Prawiro, 2024). Media sosial juga sering menampilkan citra yang tidak sesuai dengan diri individu, mendorong mereka mencari validasi orang lain (Mahmud, 2024). Dalam jangka panjang, hal ini dapat mengaburkan identitas autentik seseorang.

Solusi Dalam Menghadapi Krisis Identitas

  1. Meningkatkan Kesadaran & Pemahaman Identitas Diri
    Literasi media perlu diterapkan agar para remaja bisa kritis dalam memahami konten media sosial yang tidak selalu mencerminkan realitas serta menghindari perbandingan yang tidak sehat. Program bimbingan konseling yang berfokus pada pengembangan diri dan identitas dapat membantu remaja menemukan jati diri mereka.

  2. Peran Aktif Orang Tua & Sekitar
    Komunikasi yang jujur dan terbuka antara orang tua dan anak menciptakan lingkungan aman bagi remaja untuk berbagi perasaan. Dukungan emosional dan pemahaman dari orang tua meningkatkan kepercayaan diri anak, terlepas dari tekanan media sosial. Selain itu, orang tua dapat menanamkan nilai-nilai kuat serta membantu anak menemukan minat dan bakat di luar dunia maya.

  3. Mengubah Media Sosial Menjadi Ruang Positif
    Membangun komunitas yang positif dan inklusif di media sosial sangat penting. Platform digital dapat mengurangi tekanan dengan mempromosikan konten yang mendukung kesehatan mental. Kampanye tentang keaslian dan penerimaan diri dapat mengubah narasi media sosial, menciptakan ruang aman bagi remaja untuk mengekspresikan diri dan menemukan identitas autentik tanpa tekanan standar yang tidak realistis. Krisis identitas remaja di era media sosial membutuhkan pendekatan holistik. Dengan literasi media, dukungan orang tua dan sekitar, serta bijak dalam penggunaan sosial, membuat remaja dapat menemukan jati diri yang autentik. Upaya ini meningkatkan harga diri dan membentuk individu yang lebih percaya diri dalam menghadapi tekanan sosial dan globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Huriati, N. H. (2016). Krisis identitas diri pada remaja. Sulesana, 10(1), 49–62.
Kroger, J., & Marcia, J. E. (2011). The identity statuses: origins, meanings, and interpretations. In Springer eBooks (pp. 31–53). https://doi.org/10.1007/978-1-4419-7988-9_2
Mahmud, A. (2024, 08 31). KRISIS IDENTITAS DI KALANGAN GENERASI Z DALAM PERSPEKTIF PATOLOGI SOSIAL PADA ERA MEDIA SOSIAL. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam, 26(2). https://doi.org/10.24252/jumdpi.v26i2.51032
Martanatasha, M., & Primadini, I. (2019). Relasi Self-Esteem dan Body Image dalam Terpaan Media Sosial Instagram. Ultimacomm, 11(2), 158–172. https://doi.org/10.31937/ultimacomm.v11i2.1278
Nadiah, dkk. (2024). Siapakah Aku? Krisis Identitas yang Biasa Dialami Remaja. Center for Life-Span Development, Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada.
Rosenberg, M., Schooler, C., Schoenbach, C., & Rosenberg, F. (1995). Global Self-Esteem and Specific Self-Esteem: Different Concepts, Different Outcomes. American Sociological Review, 60(1), 141. https://doi.org/10.2307/2096350
Prawiro, R. a. N. U., Panjaitan, R. U., Susanti, H., & Wardani, I. Y. (2024). Hubungan Karakteristik Penggunaan Media Sosial dan Harga Diri pada Pemuda 15–24 Tahun. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI), 9(1), 1. https://doi.org/10.32419/jppni.v9i1.554

Leave a Reply