Disusun Oleh:
Silmi Naimah Fadillah, Najwa Hanifah, Kanaya Azhara, Indah Maria, Sarah Valiziane Hidayat, Alma Amaliya Ulfa, Wafiq Azizah Samdoria, Marcella Febrianti, Nela Anandita.
Fakultas Psikologi, Program Studi Psikologi
Universitas Mercu Buana
Stigma merupakan sesuatu tindakan memberikan label sosial yang tujuannya untuk memisahkan seseorang individu atau sekelompok individu dengan pandangan yang buruk. Stigma sosial, yang seringkali melibatkan pelabelan negatif dan diskriminasi terhadap individu atau kelompok dengan ciri-ciri atau kondisi kesehatan tertentu, masih menjadi hambatan besar bagi mereka yang mengalami gangguan mental, terutama skizofrenia. Hasil penelitian menyatakan bahwa masyarakat masih memberikan prasangka buruk dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa, khususnya skizofrenia, mereka sering mendapat cemooh, dijauhi, diabaikan, dikucilkan dan dianggap aib di masyarakat. Masyarakat masih banyak yang beranggapan buruk terhadap orang penderita skizofrenia, masyarakat menganggapnya sebagai orang yang mengerikan, memalukan, menakutkan, dan aib yang harus disembunyikan. Sebagian warga juga masih ada yang melakukan diskriminasi seperti isolasi sosial (pengasingan), kekerasan dan bullying.
Seringkali, stigma terhadap penderita skizofrenia menimbulkan berbagai pandangan negatif yang tersebar di masyarakat. Seseorang penderita skizofrenia sering dilabeli dengan kata-kata seperti “gila” atau “tidak waras”. Streotip bahwa orang dengan skizofrenia selalu berbahaya atau tidak dapat diprediksi tidak selalu benar. Mereka biasanya dihindari ditempat-tempat sosial seperti di rumah, sekolah, kampus dan tempat kerja. Karena stigma ini, penderita skizofrenia mungkin mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan atau layanan kesehatan yang memadai. Pemahaman buruk tentang skizofrenia menyebabkan banyak orang takut berinteraksi dengan mereka. Penderita skizofrenia sering diisolasi dan dijauhi karena gagasan bahwa penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan atau selalu berakhir dengan kekerasan. Karena mereka takut akan reaksi negatif, mereka mungkin malu atau tidak nyaman untuk berbicara tentang kondisi mereka. Hal ini dapat menyebabkan mereka kurang percaya diri, serta tidak mau mencari bantuan medis.
Stigma terhadap skizofrenia berdampak negatif, baik secara psikologis maupun fisik. Penderita dapat mengalami peningkatan gejala dan penurunan kualitas hidup, serta kesulitan dalam mendapatkan perawatan medis. Stigma yang kuat seringkali menjadi penghalang bagi penderita untuk mencari pengobatan, dengan 50-60% menghindari perawatan karena takut akan stigma. Hal ini menghambat pemulihan, menurunkan kesadaran diri terhadap penyakit, dan berdampak pada kualitas hidup mereka. Oleh karena itu, upaya bersama untuk mengatasi stigma sangatlah penting.
Tak hanya bagi individu penderita skizofrenia, dampak dari stigma ini juga menimbulkan beban emosional, sosial, dan finansial bagi keluarga. Mereka harus menginvestasikan waktu dan energi yang signifikan untuk merawat anggota keluarga yang sakit, sambil menghadapi stigma yang menyebabkan isolasi dan rasa malu. Stigma ini juga menurunkan harga diri dan menghambat integrasi sosial keluarga.
Penderita Gangguan Jiwa (ODGJ) tidak hanya bergulat dengan penyakitnya, tetapi juga stigma dan diskriminasi yang melekat erat dalam masyarakat. Gejala gangguan jiwa yang terkadang memicu perilaku berbeda dari norma, seringkali disalah artikan sebagai tanda kelemahan, ketidakmampuan, bahkan potensi bahaya. Hal ini berakibat pada stigma dan diskriminasi yang tidak hanya menyakitkan, tetapi juga dapat memperburuk kondisi ODGJ. Oleh karena itu, upaya anti-stigma yang komprehensif dan melibatkan semua pihak sangatlah penting. Berbagai langkah strategis perlu dilakukan, seperti:
- Mengedukasi masyarakat tentang gangguan jiwa, mendorong interaksi positif dengan ODGJ, dan menantang stereotip negatif yang keliru.
- Memberikan edukasi yang komprehensif tentang gangguan jiwa, gejala, cara pengobatan, dan potensi pemulihan kepada pasien, keluarga, dan masyarakat umum.
- Meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan jiwa, termasuk layanan skrining, diagnosis, pengobatan, dan rehabilitasi, di berbagai tingkatan masyarakat.
- Meningkatkan kesadaran tentang masalah kesehatan jiwa oleh organisasi atau pemangku kepentingan yang berpengaruh,
- Program literasi untuk meningkatkan pemahaman tentang tanda dan gejala gangguan jiwa, pengobatan dan pengurangan stigma,
- Protes untuk menekan stigma dengan menolak dan tidak mengungkapkan apa yang terjadi, dan advokasi atas ketidakadilan struktural yang membatasi hak-hak dan kontak sosial (Stuart, 2016).
Dengan memahami dampak serius stigma terhadap penderita skizofrenia dan keluarganya, menjadi jelas bahwa perubahan sikap masyarakat sangat penting. Edukasi yang tepat tentang gangguan jiwa khususnya skizofrenia diperlukan untuk menghilangkan stereotip negatif dan mendukung penderita dalam proses pemulihan mereka. Dengan usaha bersama, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, di mana penderita skizofrenia dapat hidup dengan martabat, mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan, dan berinteraksi secara positif dalam masyarakat. upaya anti-stigma ini tidak hanya akan memperbaiki kualitas hidup penderita skizofrenia, tetapi juga memperkaya kemanusiaan kita secara keseluruhan.
Setelah pemaparan informasi diatas, masyarakat diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang skizofrenia, hal ini dapat mengurangi prasangka dan stereotip negatif, harapan untuk lebih meningkatkan dukungan sosial kepada mereka yang menderita skizofrenia, agar mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih baik dan produktif setiap hari nya, masyarakat diharapkan untuk tidak lagi menyamakan skizofrenia dengan kekerasan karena orang dengan skizofrenia tidak lebih mungkin melakukan kekerasan daripada orang pada umumnya. Faktanya, mereka lebih sering menjadi korban kekerasan daripada pelaku. Selain itu, masyarakat juga diharapkan lebih terbuka dan inklusif, sehingga memungkinkan penderita skizofrenia untuk terintegrasi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Sarsilah, Agustina, M., & Herliana, I. (2024). Hubungan Stigma Diri dengan Kualitas Hidup Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Keperawatan.
Mane, G., Kuwa, M. R., & Sulastien, H. (2022). Gambaran Stigma Masyarakat pada Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ).
Aiyub. (2018). Stigmatisasi Pada Penderita Gangguan Jiwa: Berjuang Melawan Stigma dalam Upaya Mencapai Tujuan Hidup untuk Kualitas Hidup yang Lebih Baik. Idea Nursing Journal .
Putri, T. H., & Tania, F. (2023). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stigma Masyarakat Pada Penderita Skizofrenia di Kalimantan Barat. Jurnal Perawat Indonesia.
Daryanto, Heryani, E., Rohaida, & Sari, M. T. (2022). Edukasi Keluarga Dan Masyarakat Dalam Upaya Mengatasi Stigmatisasi Gangguan Jiwa Di Desa Penyengat Olak Muaro Jambi. Jurnal Abdimas Saintika.
H, Muljohardjono., & ID, Ariyani. (2019). Intervensi Untuk Mengurangi Stigma Pada Penderita Skizofrenia. Jurnal Psikiatri Surabaya.